Gema Sinrili’ di Alam Cintanya
“Banyak cara untuk memanifestasikan rasa Cinta. Bisa dengan suara melankolik, suara lantang menggema, bisa juga dengan tulisan,”
Sungguminasa
Suaranya merdu. Nadanya sebentar tinggi melengking. Sebentar lagi lemah dan merendah, lalu kemudian mendayu. Dinamisasi lagu sangat disesuaikan dengan irama cerita yang dia nyanyikan. Adakalanya di lambatkan, kadang kala pula di cepatkan. Dia melantunkannya dalam bahasa Makassar tradisional, sesekali juga dengan bahasa Indonesia.
Diruang siaran radio lokal Rewako FM, Kamis, 22 April malam, dia berduet dengan sang Maestro Sinrili, Sirajuddin Daeng Bantang. Berbaju batik warna biru, celana jeans dan kudung seadanya, malam itu dia tampak sederhana. Seperti perempuan pada umumnya, sekilas tidak ada yang lebih dari dirinya. Namun, hal itu menjadi terbalik saat dia mulai melantunkan syair sinrili. Suaranya sungguh sangat merdu.
Nur Indah nama perempuan itu. Suaranya menggema di ruangan di sekitar 20 meter persegi. Lantuan prosa sinrili’ dia bawakannya dengan sempurna. Apalagi, malam itu, Sang maestro Sinrili’ mengiringi tuturan suaranya dengan musik keso-keso (rebab). Bak simponi, suaranya sungguh tersangat indah.
Seumur hidup, inilah kali pertama saya mendengarkan lantunan sinrili’. Malam itu, Indah melantunkan Sinrili’ dengan menggunakan bahasa Makassar. Suaranya lantang dan melengking. Namun tetap saja terdengar sopan. Sayang, saya tidak tahu apa artinya,
Sesekali, nama ku sempat disebut dalam lantunan prosa sinrili’ itu. Beberapa orang didalam ruangan itu kemudian tertawa. Tapi tetap saja, saya tidak tahu artinya. Saya hanya bisa membalasnya dengan ikut tertawa juga supaya tidak terlalu kelihatan bodoh.
Setelah mencari tahu tentang Sinrili’ melalui internet, saya pun sedikit memahaminya. Sinrilii’ adalah sebuah cerita yang tersusun secara puisi atau prosa lirik. Diceritakan dengan cara bernyanyi oleh seorang ahli dengan iringan sebuah alat yang digesek, yang disebut “keso-keso” (rebab). (http://makassarterkini.ning.com).
Sinrili’ sebenarnya adalah lantunan kisah dan hikayat hidup yang diceritakan dalam bentuk nyanyian. Bahkan, sesekali, lantunan itu berisikan nilai kritik terhadap pejabat dan orang-orang yang mendengarkannya. Terlintas dipikiranku, fungsi sinrili’ sebenarnya sama dengan profesi ku sebagai wartawan. Keduanya sama-sama sebagai kontrol sosial (Social of Control).
Dalam Sinrili’ terdapat unsur-unsur yang bernilai keluhuran dan keindahan yang tinggi. Kekuatan Sinrili’ tidak tercapai dengan keindahannya semata, namun muatan nilai-nilai luhurnya yang sarat petuah dan pelajaran berharga. Dengan irama yang mengalun dan dengan kata-kata yang indah saja, Sinrili’ belumlah dapat dianggap sebagai satu alat untuk mencapai nilai keluhuran dan keindahan, apabila isinya kosong.
Ini bermakna filosofi tersendiri, bahwa seseorang yang apabila hanya mengejar ‘keindahan’ lahir saja tanpa memperhatikan ‘keluhuran’ bathin, maka keseimbangan (harmoni) hidup akan berkembang tak selaras.
Sungguh, sebuah tugas yang sangat mulia. Sebuah cinta di alam bangsanya, membuat pekerjaan itu menjadi hal yang indah. Meski suara itu tidak se tenar artis ternama lainnya. Demi seni dan budaya; teruskan melantangkan suara mu, buat lengkingannya menjadi benteng peradaban bangsa. Selamanya.(***)