Arca Polinesia dan Kerangka Mongoloid Ditemukan di Bantaeng
Sekira 600-an artefak ditemukan di Bantaeng. Ada juga Arca Polinesia, buatan tangan leluhur yang hanya tersisa satu di Sulawesi Selatan.
EKA NUGRAHA
Bantaeng
Kabupaten Bantaeng mandadak ramai di media massa satu bulan terakhir. Penyebabnya, di daerah yang berjarak sekira 120 kilometer dari kota Makassar ini ditemukan sejumlah peninggalan sejarah.
Sebanyak 600 artefak ditemukan di tempat ini. Baberapa antaranya berupa pecahan keramik, dan tembikar kuno yang diperkirakan berusia pada abad ke 13 dan 14. Temuan ini disebut-sebut membuka mata rantai baru sejarah kabupaten yang berjuluk Butta Toa (kota tua).
Naniek Harkatiningsih adalah profesor riset dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Dia bersama dengan tujuh orang anggota tim nya memegang peranan penting terhadap penelitian dan penemuan artefak-artefak tersebut.
Banyak hal yang mereka temukan selama 14 hari berada di Bantaeng.Tidak hanya artefak, peneliti ini juga menemukan kerangka mayat yang memiliki pangur. Pangur adalah cirri khas ras mongloid.
Naniek mengatakan, pihaknya menemukan artefak-artefak dan situs itu dari dua metode penelitian. Metode yang pertama adalah metode survei. Dari survei ini, ditemukan sekira 305 artefak. Beberapa diantaranya adalah mata uang dari Zelandia baru dan mata uang dari kerajaan Gowa.
Dari metode survei itu juga ditemukan arca polinesia. Arca ini disebut-sebut sudah ada sejak masa pra islamiah. Arca Polinesia ini, lanjut Naniek adalah arca yang sangat unik dan orginal milik leluhur yang ada di Bantaeng. Dia sangat berharap agar pemerintah bersedia mengamankan Arca tersebut. Menurutnya, arca itu hanya tinggal satu di Sulawesi Selatan.
“Kami sebenarnya ingin mencabutnya untuk diamankan, khawatirnya nanti akan hilang diambil orang. Tapi kami juga tidak ingin merusak arca ini.Ini adalah pilihan yang sukar bagi kami,” kata Naniek saat membawakan persentasi di rumah pribadi bupati Bantaeng, awal maret lalu.
Selain arca juga ditemukan sejumlah peninggalan-peninggalan sejarah lainnya. Beberapa diantaranya adalah Batu Dakon, lumpang batu, menhir dan sejumlah peninggalan kuno lainnya.
Metode yang kedua yang dilakukan oleh peneliti ini adalah dengan menggunakan eskavasi (penggalian). Penggalian dilakukan di pemakaman umum Letta yang berada di kecamatan Bantaeng.
Pada metode ini, naniek menemukan sejumlah artefak-artefak kuno lainnya. Beberapa diantaranya adalah kepingan-kepingan tembikar yang diduga adalah buatan warga Takalar kuno. Kepingan tembikar ini diperkirakan berusia sejak antara abad ke 12 dan 13.
“Tembikar ini adalah tembikar kuno. Ini banyak juga ditemukan di daerah Takalar,’ jelasnya kepada Fajar beberapa waktu lalu.
Sementara itu, pihaknya juga menemukan beberapa kepingan keramik. Kepingan keramik itu diduga berasal dari dinasti Ming yang ada pada abad ke 13, Dinasti Yuan yang ada pada abad 15 dan sejumlah keramik dari Vietnam dan Thailand.
Naniek mengatakan, penemuan dan penelitian ini adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan bukti zaman yang ada di Bantaeng. Menurutnya, Bantaeng memang sangat tepat memiliki julukan sebagai Butta Toa (kota tua). Hal tersebut terbukti dari temuan-temuan yang masih orginal.
“Kami kesini karena banyak menemukan informasi tentang adanya aktifitas penggalian liar. Makanya, kami ingin menguji kebenaran itu,” kata Naniek Harkatiningsih
Anggota tim peneliti lainnya, Fadhila Arifin Azis mengatakan jika, pihaknya menemukan dua buah kerangka mayat. Kerangka itu ditemukan dalam bentuk yang tidak beraturan, namun, peneliti berhasil menemukan satu tulang yang masih utuh pada posisinya. Tulang tersebut berada adalah tulang diperkirakan betis.
“Kami menduga ini muslim, karena arahnya, menghadap ke barat,” jelasnya.
Fadhilla mengatakan jika pihaknya sempat meneliti gigi seri atas dari tengkorak tersebut. Dari gigi seri itu, ditemukan pangur pada bidang mesiodistal miring, sehingga gigi tampak runcing. Mereka memperkirakan, pangur adalah ciri khas ras mongoloid yang berasal dari periode awal masa praislamiah.
Selain kerangka yang mirip dengan ras mongoloid tersebut peneliti juga menemukan makam yang nisannya berbentuk melayu. Makam tersebut ditemukan di pekuburan La Tenri Rua. Bentuknya sedikit unik dari makam lainnya. Bentuknya, sedikit meruncing dan lebih kecil. Di bagian nisannya juga tertulis kalimat “ncik”.
“Makam seperti ini banyak di dapat didaerah Sumatra. Kami perkirakan ini dari Melayu,” jelas ahli kuburan, Heddy Surachman.
Ketua tim arkeolog, Naniek Harkantiningsih memperkirakan puncak aktifitas masyarakat Bantaeng berada pada abad ke 16 sampai abad ke 18. Menurutnya, dari penelitian terebut, pihaknya menemukan jika frame lokal masyarakat Bantaeng lebih melekat dibanding dengan masyarakat asing.
Hal itu terbukti dari persentase temuan mereka. Menurutnya, jika dua metode penelitian digabungkan, maka temuan yang sifatnya local masih memiliki persentase yang lebih banyak dari temuan asing.(***)