20 Juli, 2009

Mengupas Sejarah Lambang Daerah Luwu

Keris Bungawaru, Titipan dari Langit

"Saya tidak tahu itu Dek, karena saya baru bertugas di tempat ini,"

EKA NUGRAHA
Belopa


Itulah sepenggal kata yang terlontar Kepala Dinas pariwisata Kabupaten Luwu, Yusuf Romon saat ditanya tentang nama pembuat lambang daerah kabupaten Luwu. Pria paruh baya ini berusaha menggunakan usia jabatannya sebagai alasan ketidaktahuannya tentang nama pembuat lambang daerah kabupetan Luwu.

Bahkan, dinas yang bertugas mengurusi kebudayaan daerah ini juga tidak memiliki dokumen tentang lambang daerah itu. Yang ada hanya makna dari gambar tersebut. Yusuf kemudian menyarankan saya ke bagian Pemerintahan kabupaten luwu.

"Coba ke bagian pemerintahan, biasanya dia yang tahu secara detail hal itu," kata Yusuf.

Dibagian pemerintahan, saya tidak menemukan satupun dokumen tentang pembuat lambang itu. Hal serupa juga terjai di bagian hukum. Tidak pernah ada perda yang ciptakan untuk asal mula lambang daerah itu.

"Kalau makna lambangnya ada, tapi kalau sejarahnya, tidak ada," kata Kepala Bagian Hukum Pemkab Luwu, Baso Malarangeng.

Titik terang sejarah lambang daerah itu mulai muncul saat saya bertemu dengan salah seorang Pegawai senior di tempat itu. Namanya, Alim Bachri. saat ini, dia menjabat sebagai staf ahli Bupati Luwu bidang hukum dan politik.

Menurut Alim, diperkirakan lambang daerah itu di buat sekitar tahun 1946. Saat itu, Indonesia baru saja lepas dari penjajahan Jepang. Pada masa itu, Luwu belum merupakan wilayah kabupaten. Namanya masih menggunakan istilah Swapraja Luwu ---pemerintahan awal daerah yang ada di Luwu---. Swapraja Luwu saat itu dipimpin oleh Andi Djemma.

Sekira tahun 1946, Presiden RI pertama, Soekarno memanggil Andi Djemma ke istana negara. Tujuannya untuk merubah wilayah Swapraja menjadi kabupaten. Saat itulah, Luwu resmi menjadi wilayah kabupaten yang dipimpin oleh Andi Djemma.

"Kemungkinan, lambang daerah tersebut dibuat saat itu," kata Alim.

Sayangnya, Alim tidak tahu pasti siapa nama pembuat lambang daerah tersebut. Menurutnya, pembuat lambang itu diperkirakan salah satu orang dekat Andi Djemma.

"Saya tidak tahu persis, bisa jadi dia adalah salah satu orang dekat beliau (Andi Djemma)," kata Alim

Hal tersebut juga dibenarkan oleh seorang Pakketeni Ade' (Setingkat Mentri di Kerajaan Luwu), Andi Nyiwi Opu Daeng Mallongi. Saat ditemui di istana Luwu (sekarang Museum Kota Palopo), Rabu 15 Juli Kemarin, Andi Nyiwi mengatakan, pemimpin revolusi Kerajaan luwu, Andi Djemma memang pernah di panggil ke istana negara oleh Soekarno. Saat itu, dia bertemu dengan Soekarno bersama dengan raja Gowa dan raja Bone.

Saat ditanya tentang makna lambang itu, Andi Nyiwi mengatakan, lambang itu memiliki makna yang tersirat. Simbol keris yang ada di bagian tengah lambang itu menandakan ke sakralan kerajaan Luwu. Keris itu sebenarnya bernama keris Bungawaru. Keris ini diyakini adalah keris pemberian dari langit.

"Itu keris Bungawaru, rakyat Luwu yakin keris itu pemberian dari langit," kata Andi nyiwi.

Andi Nyiwi mengatakan, saat ini keris itu sudah tidak ada lagi di Indonesia. Pengurus kerajaan meyakini keris itu di curi Belanda saat hendak meninggalkan tana Luwu.

"Mungkin keris itu masih ada di Belanda, yang jelasnya tidak ada di Indonesia," katanya.

Lebih jauh, Andi Nyiwi mengatakan, lambang payung berwarna putih tersebut adalah lambang kerajaan Luwu sejak awal. Maknanya adalah kerajaan Luwu sangat melindungi seluruh warganya.

"Itu lambang payung, dari dulu lambang itu sudah digunakan di kerajaan Luwu," jelasnya.(nugie.fajar@gmail.com)

05 Juli, 2009

Pembuat Lambang Daerah Kota Palopo;Ahmad Yakdir

Terinspirasi dari Kata "Pallopo"

Lambang daerah, tentunya memiliki usia yang sama dengan daerahnya. Hal serupa juga berlaku di Palopo, tepat Kamis 02 Juli lalu, lambang daerah kota Palopo genap berusia tujuh tahun. Siapa pembuat lambang ini?

EKA NUGRAHA
Palopo

Pembuat lambang daerah kota palopo itu bernama, Ahmad Yakdir. Sekarang dia mengabdi di kantor balaikota Palopo dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jabatannya sekarang adalah staf bagian umum Pemkot Palopo. Tidak sulit untuk bertemu dengannya. Cukup sebut namanya di ruang bagian Umum, dan pegawai pun akan mengantarkan Anda ke meja kerjanya.

Saat saya bertandang ke ruangannya, Senin 29 juni, pria ini tampak sibuk dengan menyelesaikan pekerjaannya. Namun, dengan ramah dia mempersilahkan saya duduk di samping kursinya.

Yakdir mengatakan, awalnya dia membuat lambang itu dari minat untuk mengikuti sayembara logo saat kota Palopo baru saja terbentuk. Saat itu, Yakdir belum berstatus sebagai PNS di Pemkot Palopo. Dari ratusan desain lambang yang mendaftar, desain milik Yakdir akhirnya terpilih kedalam tiga besar desain lambang yang terbaik. Ironisnya, dewan juri saat itu tidak bisa menetapkan desain lambang terbaik dari ketiga desain lambang itu.

"Dewan juri saat itu saling ngotot kalau desain-desain itu semua cocok untuk menjadi lambang daerah Palopo. Padahal yang akan menjadi lambang kan hanya ada satu," kata Yakdir.

Kondisi seperti itu akhirnya membuat dewan juri untuk meminta petunjuk dari walikota Palopo, HPA Tenriadjeng. Hasilnya, Tenriadjeng erekomendasikan kepada Yakdir untuk membuat lambang daerah baru. Syaratnya, harus memadukan tiga lambang itu.

"Saya juga tidak tahu kenapa beliau (Tenriadjeng) merekomendasikan kepada saya?" tanya Yakdir.

Yakdir menambahkan, memang pada dasarnya dia yang mendesain ulang lambang daerah itu. Namun, secara khusus, ide gambar itu sebenarnya perpaduan dari tiga desain yang berhasil lolos sebagai desain terbaik saat itu. Sayangnya, Yakdir lupa siapa dua orang pebuat desain logo lainnya.

Lebih jauh, Yakdir mengatakan, sebelum membuat desain lambang tersebut, dia harus mencari referensi pustaka. Yakdir mengaku menyisihkan waktu selama sebulan penuh untuk mencari referensi itu. Hasilnya, sebanyak 11 referensi berhasil terkumpulkan. Salah satu diantaranya adalah buku berjudul "sejarah budaya Luwu".

Dari referensi itu, Yakdir kemudian mengambil logo Masjid Jami' --masjid ini merupakan masjid tertua di Palopo--. Berdasarkan dari salah satu versi dari referensi itu menyebutkan kalau kota Palopo berasal dari kata "Pallopo" yang artinya "menancapkan". Kata ini diperkirakan muncul saat pemancangan pertama tiang masjid. Pemancangan tersebut diperkirakan terjadi apda tahun 1604 M.

"Itu salah satu versi yang menyebutkan asal-usul kota Palopo. Masih banyak versi lainnya, tapi saya lebih memilih versi itu," kata Yakdir.(**)