10 Februari, 2009

Alih Profesi,, Security Bank Dibekuk

TAK puas bekerja sebagai sekuriti atau petugas keamanan di salah satu bank pemerintah di Makassar, Ahmad Hidayat, 25, pun mencoba peruntungan baru. Sayangnya, "pekerjaan" tambahan yang dipilih Ahmad tidak positif. Dia memilih judi.
Polisi yang sudah beberapa minggu curiga terhadap Ahmad terus membuntuti pria itu. Hasilnya, Sabtu malam, 7 Februari, Ahmad diciduk di sebuah kamar kos sedang asyik bermain judi.

Selain Ahmad, polisi juga membekuk dua mahasiswa masing-masing bernama Wawan, 23, dan Muslimin, 20. Satu pejudi lainnya tidak punya pekerjaan tetap
Di tangan para pejudi, polisi mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp 275 ribu, beberapa botol bir, dan sebilah badik. Saat diinterogasi, keempat tersangka mengaku berjudi hanya atas untuk bersenang-senang saja.

Kepala Satuan Reskrim Polresta Makassar Barat, Ajun Komisaris Polisi Ronald Sumigar, mengatakan penangkapan keempat tersangka judi bermula dari laporan warga yang resah lantaran ulah mereka.
Para pejudi dikenakan pasal 303 KUHP tentang perjudian. Mereka diancam dengan pidana penjara maksimal sepuluh tahun atau pidana denda maksimal Rp 25 juta. (m13)

04 Februari, 2009

"Manami Kesehatan Gratisnya...?"









"APAJI? Manami kesehatan gratisnya? Padahal sayaji yang dukungki dulu, tapi nakasi beginiji anakku di rumah sakit..."

EKA NUGRAHA, Tamalanrea

SEBARIS tanya itu meluncur deras dari mulut Nurlina, orangtua Muhammad Raihan. Anak Nurlina, Raihan yang baru sepuluh bulan tergolek lemas di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Dia menderita hidrocepalus atau peningkatan cairan otak.
Sudah seminggu ini Nurlina menunggu jadwal operasi kepala anak pertamanya itu. Namun, lagi-lagi kendala administrasi di rumah sakit menjadi penghambat operasi kepala raihan itu.
Keluarga Raihan masih berstatus penerima Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun, pihak rumah sakit tidak menerima jaminan dari Jamkesda itu. Terpaksa, Nurlina harus kembali mengurus Jamkesmas di Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Sementara, kepala Raihan semakin hari terus membesar. Setiap hari mata Raihan ditutup dengan perban karena sudah tidak bisa tertutup lagi.
"Sengaja ditutup nanti untuk menghindari kemasukan debu," kata Nurlina.
Sudah beberapa hari ini, Raihan tidak lagi bersuara. Padahal dokter sudah berkali-kali menyuntik Raihan. Nurlina terpaksa memberikan Raihan susu setiap dua jam sekali.
"Dia (Raihan, red) sudah tidak pernah menangis lagi, padahal dia pernah disuntik. Kalau anak yang normal, pasti menagis kalau disuntik," kata Nurlina.
Saat di temui di Bangsal Lontara 3 Kamar III, mata Nurlina terus berkaca-kaca. Dia mengaku kesal. Menurutnya, hanya lantaran Jamkesmas, operasi anaknya yang membutuhkan Rp 11 juta itu terus tertunda.
Pada saat operasi pertama Raihan delapan bulan yang lalu, Nurlina mengaku tidak terlalu dipersulit. Karena saat itu, Raihan masih menggunakan Jaring Pengaman Sosial. Saat itu, belum ada istilah Jamkesmas dan Jamkesda.
"Kalau bisa diobati mi dulu anakku, nantipi menyusul Jamkesmas-nya karena sementara diurus mi ini," ujar Nurlina diiringi linangan air mata.
Nurlina juga mengatakan kalau anak pertamanya itu, sempat tertahan di Unit Gawat Darurat (UGD) RSWS selama dua hari tiga malam. Hal itu terjadi karena Raihan telah melakukan scan kepala. Namun, Nurlina tidak mampu membayar biaya scan yang bernilai Rp 450 ribu itu.
Uluran tangan dermawan terus mengalir untuk Raihan. Tiga hari lalu, seorang dermawan yang menolak membuka identitas dirinya menyumbang Rp 15 juta demi kesembuhan Raihan. Semoga, masih banyak dermawan-dermawan misterius seperti itu di sekliling Raihan. (*)