Awal Perjuangan Rakyat Luwu
Sebuah monumen berdiri kokoh di depan istana kerajaan Luwu. Monumen itu bernama Monumen 23 Januari-1946.
EKA NUGRAHA
Palopo (Fajar, Edisi 21 Juli 2009)
Istana kerajaan Luwu memang menyimpan banyak sejarah perjuangan rakyat Luwu melawan penjajah. Arsitektur Belanda pun melekat pada pada istana tertua di Sulsel ini.
Pasalnya, istana itu memang didirikan saat Belanda menjajah Indonesia. Sebuah miniatur istana yang dulu (disebut Langkanae) juga didirikan di samping Istana Luwu tersebut.
Pada zaman Belanda, kota Palopo adalah pusat
pemerintahan Kedatuan Luwu, oleh karena itu istana
kerajaan tertua di Sulsel ini berada di jantung kota ini.
Sebuah papan nama bertuliskan "Istana datu Luwu, Datu
Luwu palace, anno: 1920" terpajang jelas di bagian depan
kompleks istana ini. Papan nama tersebut menandakan
istana itu pernah di bangun oleh Belanda sekira tahun
1920 (kata Anno: 1920, mendandakan bangunan buatan
Belanda tahun 1920)
Di dalam kompleks istana, terdapat monumen Perjuangan
Rakyat Luwu, berupa badik yang terhunus ke langit
dengan tulisan “Toddopuli Temmalara”. Selain itu, ada
juga tulisan "23 Januari-1946". Pasalnya, 23 Januari 1946,
adalah tanggal perjuangan rakyat kawasan timur di
Indonesia, yang di mulai dari istana kerajaan Luwu.
"23 Januari itu adalah simbol perjuangan bagian timur
Indonesia, titik perjuangannya ada di kerajaan Luwu, dan
dipimpin oleh datu Andi Djemma," kata seorang Pakkateni
Ade' (setingkat mentri di kerajaan Luwu), Opu Andi
Nyiwi, Senin 20 Juli kemarin.
Menurut Andi Nyiwi, perjuangan rakyat Luwu melawan
penjajah saat itu berpusat di istana kerajaan. Namun,
pecahnya perang terjadi di kecamatan Bua, kabupaten
Luwu. Perang tersebut dipimpin oleh pemimpin revolusi
rakyat Luwu, Andi Djemma, yang sekaligus saat itu adalah
raja Luwu
Lebih jauh, kata "Toddopuli Temmalara" bermakna "apa
yang diucapkan, harus dilakukan,". Saat itu, kata tersebut
memberikan makna kalau perjuangan rakyat Luwu harus
sesuai dengan kata hati. Kalimat ini juga sering di
analogikan dengan semboyan perjuangan Indonesia;
"merdeka atau mati". Inilah yang menjadi semboyan
perjuangan rakyat Luwu sampai sekarang ini.
"kata ini harus tertanam di jiwa generasi muda rakyat
Luwu, ini adalah semboyan tetua kita dahulu," kata Andi
Nyiwi.
Hal serupa juga dibenarkan oleh ketua Legiun Veteran
Palopo, Andi Baso Rahman, Senin 20 Juli kemarin.
Menurutnya, awal perjuangan rakyat Luwu adalah tanggal
23 Januari itu. Sedangkan puncak perjuangan itu adalah
perjuangan yang bernama Masamba Affair di Luwu Utara.
Sayangnya, dia tidak tahu pasti kapan monumen itu
terbangun.
Lebih jauh, Baso Rahman mengatakan, setiap 23 Januari,
tiga kabupaten dan satu kota se tana Luwu akan
memeringati perjuangan itu. Perayaannya dilakukan secara
bergiliran di tiga kabupaten dan satu kota tersebut.
"kalau tidak salah, tahun depan kita akan rayakan di
Kabupaten Luwu," kata Andi Baso Rahman.
Pernah juga ada mitos yang menyebutkan, kalau badik
yang terhunus ke langit pada monumen ini harus ditutup
dengan 'Pajung' (Payung). Pasalnya, hal itu dilakukan
supaya tidak menyebabkan adanya pertikaian lagi di Tana
Luwu.
Andi Nyiwi yang dikonfirmasi terkait hal itu membantah
mitos tersebut. Menurutnya, itu adalah monumen biasa
untuk memeringati perjuangan rakyat Luwu.
Namun, dia juga membenarkan, kalau badik yang terhunus
tersebut pernah diselimuti dengan kain. Tujuannya hanya
untuk memeringati perjuangan rakyat Luwu, sekaligus
sebagai simbol menyatunya rakyat Luwu.
"Memang ada cerita seperti itu, tapi itu tidak benar, saat
itu kita selimuti hanya sebagai simbol perdamaian,"
jelasnya.(**)
17 Agustus, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar