Orang-orang itu Berada di Lorong Gelap
“Berjayalah kalimat-kalimat yang kutulis. Sebab mereka mendapat teman dan musuh yang menghormati,” (Kudedikasikan Buat, Angsu:"Selamat Ulang Tahun")
Oleh :
Eka Nugraha
Kota yang ramai, saling sibuk dan bergerak maju. Mungkin seperti itulah rasanya saat melintasi wilayah perbatasan antara kabupaten Gowa dan kota Makassar saat sore hari. Deru kendaraan, suara bising, macet, asap knalpot, dan debu yang beterbangan, selalu saja menjadi sajian pemandangan sore di tempat itu. Diantara deru masalah-masalah itu, terus saja ku percepat laju motor ku. Maklum, saya sedang ada janji dengan adik-adik juniorku di bekas kampus ku dulu.
Saat tiba di kampus itu, kenangan ku mulai tersibak. Seperti potongan-potongan film yang ditonton berulang-ulang. Maklum, mungkin sekira setahun lebih, aku tidak menginjak kampus ini lagi. Meski sudah bertugas di kabupaten Gowa sejak empat bulan terakhir, aku baru bisa menyempatkan diriku untuk mampir dikampus ini, Kamis 8 April 2010.
Kampus ini memang banyak memberikanku kenangan yang manis. Mulai dari membangun gerakan yang massif untuk kepentingan pribadi sampai kisah klasik; mencuri nilai untuk bisa selesai tepat waktu ---walau hasilnya, saya menyelesaikan kuliahku tidk tepat waktu. Sungguh manis rasanya kenangan itu. Andai dia tidak berlalu begitu cepat.
“Haluuu, Kanda……,” Teriakan itu memaksaku untuk memalingkan muka dari arah suara. Terlihat sosok pemuda, gemuk, pendek, dan berjanggot tipis dengan baju kemeja yang berantakan. Dia duduk di kantin kampus dengan beberapa, pemuda lainnya, tentunya dengan tampang yang berantakan pula. Merekalah, adik junior ku. Pemuda gemuk , pendek dan berjanggot itu namanya, Kasman. Sedangkan yang lainnya, aku tidak terlalu kenal. Setahuku, mereka adik juniorku yang baru masuk di kampus itu.
“kak, adek-adek ini mau minta tolong, kita lagi ada masalah,” kata Kasman memulai pembicaraan. Padahal, saya belum juga duduk dikursi.
Kami pun bercerita panjang lebar di tempat itu. Inti pembicaraan itu, mereka protes terhadap kebijakan kampus yang mengeluarkan peraturan kemahasiswaan. Isi aturan itu, menjelaskan jika Mahasiswa yang akan aktif dari lembaga kemahasiswaaan, adalah mereka yang memiliki IPK minilai 3,5. Selain itu, mereka juga harus diatas semester IV. Sungguh tidak adil menurutku. Bisa jadi ini akan menjadi kuburan buat para “pembangkang” baru di kampus UNM.
Wajar saja, kampus ini terkenal dengan tempatnya para “pembangkang”. Mahasiswanya, tidak segan-segan untuk melakukan otokritik terhadap hal-hal yang dianggap menyimpang kepada siapapun. Bahkan, sejumlah aktivis gerakan, menilai kampus yang penghasil “Oemar Bakry” (Tokoh guru yang lahir dari lagu Iwan Fals) ini sebagai salah satu motor gerakan di Indonesia Timur.
Sejak dua tahun terakhir, kampus ini memang agak berubah. Sejumlah bangunan tinggi menjulang mulai terbangun di tempat ini. Tidak hanya itu, gaya hedonisme, juga mulai agak kental di tempat ini. Jika kampus ini adalah cerminan sebuah kota “kecil”, aku bias simpulkan, kampus ini sudah Patolopolis ---Kota yang penduduknya menunjukkan banyak dihinggapu penyakit mental.
Saat itu, hati kecil ku berkata; sungguh malang orang-orang yang kuliah disini. Mereka berada di lorong yang gelap, harus di hadapkan dengan cahaya yang “menyesatkan”. Mereka yang jauh-jauh datang dari kampung masing-masing untuk belajar, harus dikebiri ilmunya dengan aturan yang tidak jelas. Padahal, saya ingat jelas kalimat seorang dosen Pendidikan kewarganegaraan saya. Waktu itu dia berkata; tidak ada dinding setebal apapun yang menghalangi manusia untuk mencari ilmu pengetahuan.
Sungguh malang nasib mu adik-adik ku. Mengapa harus takut dengan gelap. Nyalakan api kebenaran, lalu usirlah semua gelapnya.(***)
08 April, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar